Semua Manusia Sama Saja

Aku yakin... kalian sama sepertiku...

Dahulu aku menginginkan tumbuh dewasa dengan cepat, seolah aku ingin benar-benar menaklukan dunia, benar-benar siap dengan keputusan semesta, tentang apa yang tertulis di angkasa tanpa diperlihatkan warna-warna yang ku duga semuanya indah, dan ternyata...

Kini hanya hitam dan putih yang memaksa jadi warna-warni, dibalik ukir senyum yang ku tuai setiap kali menyimpan semua keresahan yang tak terkendali, hanya mampu meredam amarah karena tak tau kepada siapa aku harus marah.

Mengapa disaat menjadi anak-anak, aku begitu antusias untuk menjadi dewasa, bahkan aku berpikir akan sangat hebat jika ada mesin waktu yang bisa membawaku ke masa dimana aku telah dewasa. Kini, kutarik kembali ucapanku, tapi, apakah benar ada mesin waktu?

Mungkin, hanya akan ada de Javu, bukan mesin waktu, atau pintu ajaib, dan lorong menuju dimensi lain, realita ini memang penuh kontroversi, meskipun bebas berimajinasi, tetap saja kepalaku tak mampu menahan ruang depresi, yang ketika meluap menjadi delusi.

lantas... apakah benar perkataanku? Jika semua manusia sama saja, tanpa ke... sebentar, sepertinya ada pengecualian. Bahwa semua manusia sama saja, kecuali bagi manusia yang terlahir beruntung, yang dapat tumbuh dewasa dengan tenang, yang tak perlu susah payah menunjang tulang ke tulang demi bisa bertahan dengan kerasnya kejutan kehidupan, tanpa merasakan sulitnya memanjat tebing dengan kelingking, dan semua ungkapan tentang kerasnya perlakuan dunia terhadap insan-insan yang kurang beruntung, sepertiku.

kurasa cukup sampai disini dulu, sampai bertemu di lain waktu, jika aku masih sanggup untuk melanjutkan langkah demi langkah yang terus memintaku maju walau seringkali dipaksa mundur.

No comments:

Powered by Blogger.